Kisah Dibalik Prasasti Pasir Kapal Pulau Serutu

- 17 Mei 2024, 14:36 WIB
Prasasti Kapal Pulau Serutu
Prasasti Kapal Pulau Serutu /Foto : Simon Yosonegoro Liem /

KALBARTIME.COM - Pada awal abad ke 13M, Kubilai Khan bertahta di Tiongkok dan menuntut sumpah, Asia Tenggara berada dalam kekuasaanya, operasi militerpun digelar ke Vietnam, Kamboja, Champa, Thailand, Myanmar, korea dan Juga Jepang, sebagian melawan bertumpahan darah dan sebagian tunduk menyerah, namun Jawa adalah satu satunya kerajaan yang harus digempur dengan ribuan angkatan perang,Wajah Meng Qi habis diacak-acak Raja Kartanegara dari Singhasari yang tak sudi bila kerajaannya harus tunduk dan membayar upeti pada Dinasti Yuan.

Akibatnya, Kaisar Kubilai Khan geram dan mengirimkan pasukannya ke Jawa atas tindakan Kartanegara. Kubilai Khan bertitah kepada para Jendralnya,jika jawa dapat diduduki maka kerajaan yang lain tunduk dengan sendirinya.

Pada tahun 1293 M sebanyak 20.000 gabungan pasukan Tiongkok dan mongol mendarat di pantai Tuban dan kemudian masuk kepedalaman jawa melalui sungai hingga sampai ke Majapahit.

Pada saat itu Majapahit hanyalah Daerah kecil bawahan Raja Jayakatwang yang berkuasa atas Jawa setelah berhasil memberontak kepada Kertanegara sang Maharaja Singhasari,
bagi Dyah Wijaya, sang menantu Kertanegara, kedatangan Mongol adalah momentum yang tepat untuk membalas kematian ayahandanya oleh Jayakatwang.

Dalam sebuah kesepakatan jika Mongol membantu Majapahit menghancurkan Daha, maka Majapahit akan menyatakan tunduk terhadap Kubilai Khan, malangnya persekutuan Mereka diketahui Jayakatwang, sehinggalah bergegas mengirim pasukan untuk menumpas pasukan Dyah Wijaya.

Kekalahan itu kemudian dibalas dengan gabungan Pasukan Majapahit, Tiongkok dan Mongol, sehinggalah Jayakatwang mengalami kekalahan dan ditahan, Empu Prapanca dalam Nagara kertagama menyebutkan "Arddha mwang wang tartar" yang artinya : Berkerjasama dengan orang Mongol.

sambil meminta izin menyiapkan upeti, Dyah Wijaya menyiapkan strategi penyerangan mendadak kepada pasukan Mongol yang tengah merayakan kemenangan, wal hasil ribuan pasuka Mongol berhasil dihabisi, sehingga sebagian yg msh hidup menyelamatkan diri membawa rampasan perang dan membunuh Jayakatwang karena kekesalanya.

Dalam catatan Dinasti Yuan, pasukan yang turut dalam invasi ke Jawa adalah 20.000 orang dan seribu kapal. Catatan sejarah kerajaan di Jawa dan beberapa tempat yang bersinggungan dengan ekspedisi itu pun menggambarkan agresi militer besar yang terjadi pada abad ke-13 itu.

kisah invasi ini terekam jelas dalam prasasti yang diabadikan pada lempeng batu di pulau Serutu kecamatan Kepulauan Karimata, Kayong Utara, yakni Prasasti Pasir Kapal dan Prasasti Pasir Cina.

Prasasti itu menggunakan aksara dan bahasa Tionghoa periode Dinasti Yuan.
Berdasarkan tanggal yang ditulis, prasasti ini dibuat 25 Februari 1293. Menurut para peneliti lewat studi terbaru, penanggalan ini sesuai dengan catatan di Yuanshi (Sejarah Yuan) pada periode dinasti berikutnya.

Makalah itu berjudul "Mongol fleet on the way to Java: First archaeological remains from the Karimata Strait in Indonesia" di jurnal Archaeological Research in Asia edisi Maret 2022.

Yuanshi pada tanggal itu menyebutkan, ada tiga orang yang disebut sebagai Shi Bi, Gao Xing, dan Ike Mese (Iqmis atau Yi Hei Mi Shi) sebagai "Sekretariat Eksekutif Fujian" yang diangkat oleh Kubilai Khan untuk menaklukkan Pulau Jawa.

Seperti yang dijelaskan di awal, catatan sejarah Yuan yang kerap dipakai menuliskan jumlah pasukan dan kapal yang besar, bersama pasokan makanan untuk setahun yang diberikan kekaisaran.

"Namun, beberapa sejarawan menganggap catatan itu walau ada 20.000 pasukan yang direncanakan untuk dikirim, tetapi berikutnya hanya 5.000 pasukan yang mengikuti ekspedisi ini," tulis para peneliti yang dipimpin Hsiao-chun Hung dari Department of Archaeology and Natural History, Australian National University.

"Pada pendapat lain, jika jumlah pasukan berkurang dari 20.000 menjadi 5.000, semestinya jumlah armada yang berangkat kurang dari 200."
Ternyata, Prasasti Pasir Kapal menyebutkan ada 500 kapal yang berangkat. Tentunya keterangan ini sesuai dengan pendapat banyak sejarawan dan catatan Yuan shi, terang para peneliti. Prasasti Pasir Kapal menjelaskan, tentara Mongol telah menghabiskan 10 hari di pulau ini (Serutu) sebelum pencatatan.

Sementara Prasasti Pasir Cina di dekat kawasan tenggara Pulau Serutu. Tidak jelas kapan prasasti ini ditulis, tetapi para peneliti memperkirakan ada hubungannya dengan ekspedisi Mongol ke Jawa.

"Bisa dibayangkan, Prasasti Pasir Cina-1 dan -2 dan Prasasti Pasir Kapal secara kolektif adalah bagian yang sama yang tercatat dalam Dong Xi Yang Kao (Negeri di Samudra Timur dan Barat) yang ditulis oleh Zhang Xie (1574– 1640)," tulis para peneliti.

Zhang Xie menulis, "Ada kolam di perbukitan Karimata, dan sumber air tidak habis-habisnya. Ada prasasti kuno di dinding batu kolam."
Armada itu telah berangkat dari Quanzhou pada 22 Januari 1293 dan singgah di Champa. Tidak jelas berapa lama pasukan Mongol singgah di Champa, tetapi para sejarawan mengira tiga hari lamanya.

Ibrahim dan Putranto lewat buku Champa: Kerajaan Kuno di Vietnam menulis, Champa turut andil dalam menghalangi serangan Mongol ke Jawa karena hubungan politik. Raja Jaya Simhwarman III yang mengetahui rencana invasi ini melarang mereka transit ke kawasan Champa, hingga setelah terusir Mongol terpaksa berlayar tanpa bisa bersinggah lagi.

Setelah memasuki perairan Natuna, para peneliti menjelaskan, armada besar ini singgah di Pulau Serutu, Pulau Gelam, dan juga beberapa pulau di Karimata, sekitar satu bulan. mereka memperbaiki kapal dan membuat perahu kecil untuk memasuki kawasan sungai.

13 Maret 1293, armada itu tiba di Karimun Jawa, dan invasi dimulai pada 22 Maret ketika mereka tiba di perairan Tuban. Mereka justru terlibat dua kekuatan perang, antara Dyah Wijaya dan Jayakatwang sampai menewaskan 3.000 prajurit Mongol.

"Akhirnya, pasukan yang selamat meninggalkan jawa pada bulan ke-4, hari ke-24 (31 Mei 1293). "Setelah perjalanan 68 hari siang malam, mereka tiba di Quanzhou," tulis para peneliti dalam makalah. "Selama waktu ini, lebih dari 100 prajurit Mongol menetap di Pulau Gou Lan (Gelam) berlokasi di sebelah selatan Kendawangan Ketapang, tidak berperang di Jawa, atau kembali ke rumah mereka di Tiongkok."

Keberadaan mereka diketahui oleh penjelajah Tiongkok Wang Dayuan yang mengunjungi pulau itu 40 tahun kemudian. Sementara serangan besar ini bagi kerajaan Jawa, menurut Djoko Pramono di Budaya Bahari, dikenalnya senjata mesiu seperti meriam yang berikutnya dipakai oleh Majapahit untuk berperang.

Editor: Wan Usman

Sumber: Fb @Dr Simon Yosonegoro Liem


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah