Din Syamsuddin Apresiasi Gerakan Keluarga Tangguh 'Nasyiatul Aisyiyah'

- 14 Januari 2024, 09:00 WIB
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2015, Prof. Din Syamsuddin, pada agenda Tanwir I Nasyiatul Aisyiyah yang di gelar di Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (12/1) lalu.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2015, Prof. Din Syamsuddin, pada agenda Tanwir I Nasyiatul Aisyiyah yang di gelar di Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (12/1) lalu. /suaramuhammadiyah.id

KALBARTIME.COM - Nilai-nilai gerakan Islam Washatiyah sebagai ideologi untuk mengarungi semua dimensi kehidupan, senantiasa diperjuangkan secara konsisten oleh Muhammadiyah.

Tak hanya memperkuat dimensi keagamaan di dalam organisasi, namun juga menghadirkan solusi bagi tantangan kehidupan di ruang publik.

Konsep tersebut dipaparkan tokoh cendekiawan muslim, Prof. Din Syamsuddin, dalam agenda Tanwir I Nasyiatul Aisyiyah yang di gelar di Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (12/1) lalu.

Din Syamsuddin menyebut, konsep Islam Washatiyah menitikberatkan umat Islam pada posisi moderat, untuk menjadi umat terbaik, umat pilihan, umat yang adil dan umat yang seimbang kehidupannya. Sejalan dengan konsep diatas, Nasyiatul Aisyiyah sebagai ortom Muhammadiyah didorong agar mampu menuangkan konsep tersebut dalam menjalankan merealisasikan program organisasi.

Dalam pandangannya, Din menilai tema 'Keluarga Muda Tangguh, Kuatkan Indonesia', yang diangkat dalam tema Tanwir I Nasyiatul Aisyiyah menunjukkan tingginya perhatian Nasyiatul Aisyiyah dalam isu ketahanan keluarga. Keluarga tangguh sangat penting untuk kebangkitan sekaligus fungsi sebuah keluarga. Terlebih Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Musyawarah Nasionalnya juga mengeluarkan suatu seruan, yakni ‘kembali ke keluarga’ sebagai gerakan agar umat kembali ke keluarga.

"Berkemajuan adalah icon Muhammadiyah, dan tema yang kita angkat bukan hanya sebuah isu yang bagus dan penting, melainkan panggilan untuk setiap keluarga, baik yang sudah berkeluarga maupun yang akan menikah," ucap Din di hadapan peserta Tanwir Nasyiatul Aisyiyah, Jumat (12/1/2024).

Lebih lanjut, ia memaparkan teorinya tentang tiga kerobohan yang sedang dialami bangsa Indonesia saat ini. Pertama, robohnya surau (tempat ibadah), lalu kedua robohnya lampau (warung) dan ketiga, robohnya dangau (tempat peristirahatan). Secara keseluruhan, menurut Din, robohnya surau dan lampau kita mengekspos tantangan serius yang dihadapi umat Islam dalam melestarikan nilai-nilai tradisional dan keberlanjutan lembaga kemasyarakatan.

Dijelaskan Din, hilangnya keberadaan surau sebagai gambaran lembaga pendidikan dan kemasyarakatan mengakibatkan hilangnya sumber kearifan lokal dan lahirnya ulama. Sementara itu, robohnya lampau atau pusat perputaran ekonomi menunjukkan pergeseran dalam pusat bisnis umat Islam, yang pada masa lalu dikuasai oleh para santri namun kini tergantikan oleh pasar-pasar modern.

Kedua tantangan ini mengharuskan adanya perubahan besar dalam pola pikir umat Islam. Untuk itu, Din menekankan perlunya adaptasi dan upaya kolektif untuk mempertahankan identitas dan keberlanjutan nilai-nilai Islam dalam masyarakat yang kian dinamis.

Halaman:

Editor: Beny Kawistoro

Sumber: suaramuhammadiyah.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah